Di
era digital saat ini, interaksi sosial remaja menjadi lebih kompleks dengan
kehadiran berbagai platform komunikasi. Hal ini memberikan dampak signifikan
pada cara mereka membangun hubungan, baik yang sehat maupun yang berpotensi
merusak, seperti toxic relationship. Toxic
Relationship dapat
dikatakan sebagai hubungan
yang tidak sehat
yang dapat dilihat dari
perilaku seseorang yang
dapat membahayakan orang
lain atau pasangannya sendiri,
yang menganggu ketenangan
baik itu secara
emosional, fisik maupun psikisnya. Adanya toxic relationship di dalam sebuah hubungan
dapat menyebabkan konflik batin yang akan mengarah pada depresi atau
bahkan kecemasan yang
mendalam, sehingga dapat
menimbulkan permasalahan
yang baru. Karena
remaja yang sudah terlanjur masuk
dalam toxic relationship biasanya sulit untuk membangun kepercayaan diri
serta sulit berinteraksi dengan orang yang ada dilingkungannnya.
Pola
komunikasi dalam toxic relationship sering kali melibatkan:
- Manipulasi Emosional:
Salah satu pihak mungkin menggunakan teknik manipulasi untuk mengendalikan
atau mengeksploitasi emosi pasangan mereka. Misalnya, dengan membuat
pasangan merasa bersalah atau tidak cukup baik.
- Penghinaan dan Kritik:
Komentar atau perlakuan yang merendahkan dapat merusak rasa percaya diri
remaja, membuat mereka merasa tidak berharga.
- Komunikasi Tidak Terbuka:
Kurangnya keterbukaan dalam berbicara tentang perasaan dan kebutuhan dapat
memperburuk ketegangan dan kesalahpahaman.
- Isolasi Sosial:
Memisahkan remaja dari teman-teman dan keluarga dapat memperkuat
ketergantungan pada hubungan yang toxic.
Tindakan
toxic relationship yang dialami
menimbulkan dampak bagi beberapa orang
yakni merasakan insecure atas tidak kepercayaan terhadap dirinya sendiri sehingga menimbulkan perasaan trauma dan meragukan
diri sendiri serta membuat diri korban menjadi kecil dan tidak berharga. Terjadinya
gangguan kesehatan mental serta kerugian
secara materi akibat
dari adanya kekerasan
serta gangguan mental yang dialami yakni stress, tertekan,
depresi, ketakutan berlebihan hingga mengalami kecemasan. Seseorang akan merasakan telah jauh dari hubungan pertemanan
sehingga dapat menyebabkan kurangnya bersosialisasi terhadap lingkungan
disekitar.
Untuk
mengatasi dampak toxic relationship dan mengurangi rasa insecure,
penting bagi remaja untuk mengadopsi pola komunikasi yang sehat. Berikut adalah
beberapa strategi:
- Membangun Kesadaran Diri:
Remaja perlu mengenali tanda-tanda toxic relationship dan dampaknya
pada diri mereka. Kesadaran ini merupakan langkah pertama untuk mengambil
tindakan.
- Berbicara Terbuka:
Komunikasi yang jujur dan terbuka tentang perasaan dan kebutuhan dapat
membantu memperjelas masalah dan mencari solusi bersama.
- Mencari Dukungan:
Dukungan dari teman, keluarga, atau seorang konselor dapat memberikan
perspektif yang objektif dan membantu mengatasi masalah.
- Menetapkan Batasan:
Penting untuk menetapkan batasan yang sehat dalam hubungan untuk
melindungi diri dari perlakuan yang tidak pantas.
- Mengembangkan Keterampilan Mengelola
Emosi: Latihan mindfulness, teknik
relaksasi, dan kegiatan yang menyenangkan dapat membantu remaja mengelola
stres dan meningkatkan rasa percaya diri.
Toxic
relationship dapat memberikan dampak yang mendalam
pada kesehatan emosional remaja, terutama dalam hal rasa insecure. Memahami
pola komunikasi yang umum dalam hubungan yang beracun dan mengadopsi strategi
komunikasi yang sehat merupakan langkah penting untuk melindungi diri dan
membangun hubungan yang positif. Dengan meningkatkan kesadaran diri, berbicara
terbuka, mencari dukungan, menetapkan batasan, dan mengembangkan keterampilan
mengelola emosi, remaja dapat mengurangi dampak negatif dan membangun rasa
percaya diri yang kuat.
Selalu
ingat bahwa hubungan yang sehat harus memupuk rasa saling menghargai dan
mendukung, bukan merusak kepercayaan diri dan kesejahteraan emosional.
terimakasih, buat reminder didalam hubungan
BalasHapussangat membantu sekali agar tidak berada dihubungan toxic! thank u
BalasHapus